Thursday, October 30, 2008

Tulisan....

NENEK JAGO LARI
By. Achmad Taufik
“Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan.” (Aristoteles)
Bagi yang tidak terbiasa, jangankan berlari, berjalan mendaki anak tangga sebuah gedung bertingkat delapan tentu terasa sangat melelahkan. Langkah demi langkah seiring bertambahnya anak tangga yang dipijak, ayunan kaki terasa semakin berat, semakin lambat. Bertambah ke atas, komplikasi antara nafas ngos-ngosan, paha nyut-nyutan, bahkan pandangan yang pyar-pyaran misalnya, sangat mungkin terjadi. Itu baru delapan lantai, bagaimana kalau sepuluh kali lipatnya (80-an lantai), kalau tidak jantungnya copot, minimal pingsan barangkali.
Tapi beberapa bulan yang lalu saya menyimak sebuah berita mengejutkan di televisi: SEORANG NENEK BERUMUR 72 TAHUN BERHASIL MENYELESAIKAN (DENGAN SELAMAT) LOMBA LARI MENAIKI TANGGA GEDUNG EMPIRE STATE BUILDING (NEW YORK, AS) SETINGGI 86 LANTAI, DENGAN CATATAN WAKTU: 22 MENIT.
Masya Allah…., sambil geleng-geleng kepala, komentar saya antara: “Sampun tho..Mbah, Mbah!” (Sudahlah ..Nek, Nek !), dan “Koq, nenek-nenek masih kuat ya..?!”
Lalu, bagaimana seorang nenek yang sudah berumur 72 tahun bisa melakukan itu?
Bila komentar kita kepada sang nenek: “Nek, Luar Biasa..!!” Maka dengan santai ala gadis belia, barangkali ia akan menjawab: “Sudah biasa, tuh!” Dan jawabannya tersebut benar. Ia bisa karena biasa. Biasa berolahraga, jogging misalnya, dan latihan lari mendaki anak tangga tentunya.
Kegiatan mengulang-ulang sesuatu sebagai bentuk dari kebiasaan merupakan elemen dasar pembelajaran (basic element of learning). Dengan terbentuknya kebiasaan tersebut, maka gerak tubuh dan fikiran seseorang akan berjalan spontan, nyaris tanpa hambatan. Sesuatu yang terlihat sukar bagi orang lain menjadi tampak mudah bagi yang biasa melakukan.
Bagi Mbak Atik dan Mas Reza ‘Dedaunan’ misalnya, menulis barangkali terasa mudah bahkan nikmat, karena sudah biasa. Tapi bagi yang belum terbiasa, pekerjaan tulis-menulis mungkin terasa begitu sulit bahkan menyiksa. Komputer sudah panas, tulisan satu alinea belum kelar-kelar juga. ‘Menthelengi’ monitor terus! Begitulah, kurang lebih gambarannya.
Padahal apa pun wujud kebiasaan, baik maupun buruk, pastilah tidak mudah pada awalnya. Itu sudah menjadi rumus. Contoh buruk: maling, misalnya. Pada awal menjalankan kebiasaan jeleknya, tentu tidak mudah. Keringat yang segede-gede jagung, rasa takut yang sangat, dan gampang kepergok, mewarnai pekerjaan amatirannya. Proyek maling berikutnya berjalan lebih lancar, rasa takut berkurang dan operasi pun berjalan lebih mulus. Setelah menjadi kebiasaan dan profesional, rasa takut tak ada lagi, hasil jarahan bertambah besar, dan untuk menangkapnya pun polisi mengalami kesulitan. Na’udzubillah!
Begitu pula kebiasaan baik, awalnya pun tidak mudah. Bila Anda sekarang begitu lihai menggeber sepeda motor, masih ingatkah Anda pertama kali belajar naik sepeda? Bila Anda sekarang begitu lancar memberikan konsultasi kepada Wajib Pajak sehingga membuatnya terpesona (“Wuiih.., dasar Cah STAN!”), masih ingatkah Anda pertama kali belajar Akuntansi dan Perpajakan waktu kuliah dulu? Bagaimana bila posisi Anda dibalik, Anda yang mendengarkan uraian WP tentang bidang pekerjaannya, bukankah ganti Anda yang terpesona? Biasa buat Anda, barangkali luar biasa buat orang lain. Sebaliknya, biasa buat orang lain, mungkin luar biasa buat Anda. Begitulah istimewanya sebuah kebiasaan.
Yang patut menjadi perhatian kita adalah apa pun bentuk kebiasaan, baik maupun buruk, pada akhirnya akan mewujud sebagai sebuah karakter. Dan sebuah karakter menjadi ciri kepribadian seseorang yang meskipun tidak mustahil, namun seringkali tidak mudah untuk diubah. Orang Jawa bilang,“Watek digawa ngurek!” (Watak dibawa mati!).
Dari sekelumit kisah dan uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa kita adalah apa yang biasa kita kerjakan. Menyadari bahwa kebiasaan seringkali tidak mudah untuk diubah, maka sudah seharusnya kita untuk bersungguh-sungguh mencegah diri untuk memulai kebiasaan buruk. Dan karena keunggulan kita terletak bukan semata-mata dari suatu perbuatan melainkan dari kebiasaan baik yang senantiasa kita kerjakan, maka marilah kita memulainya dari sekarang, meskipun dari hal yang kecil. Bukankah, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah SWT lebih menyukai amal ibadah yang kecil tetapi dikerjakan terus menerus daripada besar tapi kemudian terputus?!
Perhatikan minat, bakat, dan keunggulan Anda, lalu kerjakanlah berulang-ulang, Insya Allah Anda akan sukses!
Wallahu a’lam bish-showab.

No comments: