Friday, October 10, 2008

Coban Rondo (Bagian III)

Villa Berhantu
Tinggal beberapa desa lagi mereka sudah berada di Coban Rondho, indahnya desa di pagi hari dan sejuknya udara pagi sangat terasa ketika jendela kaca mobil di buka, kembali tawa riang ada saat mereka semua membuka mata. Hutan yang masih di penuhi lebatnya pepohonan dan berbagai macam tanaman liar, mereka melihat rumah – rumah penduduk yang masih sederhana dan pemandangan lain yang mereka jarang sekali lihat selama tinggal di ibukota. “ Masih jauh. As? Tanya Ian yang masih saja menyetir mobil. “ Dikit lagi,Friend… satu desa lagi.” Jawab Andreas yang masih mengantuk. Dan setelah melewati satu desa lagi ternyata Nampak rumah bercat putih dari kejuhan. “ Nah, itu dia, Villa bokap gue.” Kata Andreas girang, spontan mereka melihat arah yang di tunjuk oleh Andreas. Mobil kini sudah berhenti tepat di depan villa itu. Rumah yang lumayan terawat, bercat putih rapi dan terdapat taman bunga yang indah. Tidak Nampak seperti villa berhantu atau semacamnya, seperti yang di ceritakan Andreas dua hari yang lalu. “ Ini villanya?” tanya Zara Andreas mengangguk. “ Nggak seperti villa berhantu” kata Sean. “ Siapa bilang?” bantah Andreas. “ …Kelihatnnya saja seperti rumah biasa, tapi kalau sudah di dalamnya, kalian pasti ketakutan. Dulu saja ada yang mati, yaitu orang yang membeli villa ini mencoba untuk menginap di sini, ternyata sudah mati gantung diri, entah apa sebabnya padahal mereka pengantin baru. Kejadian seperti itu bukan sekali dua kali, tetapi sudah empat kali,Friend. Makanya papaku memutuskan untuk tidak menjualnya, Karena sudah menelan banyak korban.” Jelas Andreas. ” Aku jadi merinding…” kata Zara. Kami semua memandang seksama villa ini, “ Aah, otak kalian udah terpengaruh karena kebanyakan lihat film Suzzana…lebih baik kita ambil foto dulu, gimana?” Jefta mengeluarkan kamera digital yang ada di dalam tas punggungnya. “ AYOOO…” kami semua bertenriak serempak. Fotopun berganti-gantian, kadang Andreas yang memotret , aku, Ian dan formasi pun berbeda-beda. Setelah berfoto-foto, “ Lalu ada yang merawat villa ini?” tanyaku. “ Ada. Dia sekaligus pawang setan, sudah terbiasa di rumahku, tapi memang dia juga tidak tinggal di villa, hanya bekerja pagi saja lalu pulang.” Barang-barangya sudah terkumpul semua dan mereka sudah siap untuk memasuki villa yang di bilang berhantu itu. Andreas memanggil Bi Nah, pembantu sekaligus pawang setan seperti yang dikataka Andreas, namun tak ada jawaban sekalipun sudah berteriak keras. Namun KLEK ! Bunyi itu tanda bahwa pintu sudah tidak terkunci lagi. Dan seperti ada seseorang yang membukanya dari luar. Pintu mulai dibuka perlahan, membuat mereka semua tegang dan focus pada apa yang ada di dalam villa. Ternyata seisi rumah di penuhi dengan perabotan antic, ada beberapa lukisan kuno seperti di zaman Belanda, tetapi semua terawat dengan baik. “ Ternyata nggak ada apa-apa begini” kata Sean. “ Iya, rumah antic yang bagus,kok.” Sahutku “ Mana hantunya? Rumah sebagus ini ada hantunya?” kata Kevin melirik Andreas. “ Jangan bicara sembarangan, nanti kalau ada penampakan jangan salahin aku ya. Aku mencari Bi Nah dulu, mungkin dia ada di belakang maklum sudah tua sepertinya pendengarannya pun kurang jelas, jadi dia tidak mendengar kalau ada orang datang” Jawab Andreas. Andreas masuk ke dalam dan mencari Bi Nah, “ Iya, paling-paling juga hantunya yang takut sama elo,Vin” ejekku. “Sudahlah, kita istirahat dulu…dimana kamarnya,As?” Ian menyela “ Oh,ya…untuk kamar kalian bisa pilih sendiri, ada sepuluh kamar “ Andreas menunjukkan arah menuju ke kamar. “ Nah, kalian silahkan pilih kamar masing-masing, untuk yang wanita jadi satu saja.” Komendo Ian kepada mereka. Satu per satu mereka memilih kamar masing-masing. “ Aku mau kamar yang deket kamar cewek, aah…” kata Kevin. Tak sengaja kata-kata Kevin itu terdengar oleh Jefta dan Sean. “ NGGAK BOLEH!!” kata Jefta dan Sean bersamaan. “ Nih, gue kempesin badan lo yang super jumbo itu. Mau?” ancam Jefta Kevin cemberut dan segera membuka kamar yang lain. “ Ian , lo satu kamar aja sama Kevin, bahaya tuh anak kalau sendirian, masalahnya saja tadi dia mau kamar yang deket sama kamar cewek.” Jefta mengadu ke Ian. “ Gue sih terserah dia aja,” jawab Ian yang tengah merapikan baju-bajunya. Tiba-tiba Andreas masuk ke kamar Ian , “ Gimana kamarnya? Kalian nyaman nggak?” tanya Andreas, “ Lumayan, kasurnya empuk, udaranya sejuk yang bikin ngantuk, jadinya pingin tidur mulu.” Ian tertawa. Merebahkan dirinya di kasur empuk yang ia duduki. Kata – kata Ian disetujui oleh Jefta, Sementara di kamar Zara dan Verona, Zara yang asyik bernyanyi-nyanyi kecil tengah menata beberapa baju yang dibawanya dalam tas. Verona memasang wajah yang cemberut, karena dalam hatinya dia tidak ingin satu kamar dengan Zara, malah lebih baik sendiri dari pada satu kamar dengan orang yang begitu di bencinya, benar-benar beban bagi Verona, Verona keluar kamar dengan hati kesal dan membanting pintu dan meninggalkan Zara sendirian, Zara tidak mempedulikan Verona dan memang dia benar-benar menguasai keadaan kamar. ” Kalau tidak betah di kamar ya keluar saja.” Kata Zara sambil tertawa sendirian. ©©©© Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore, mereka berenam berkumpul diruang tengah. “ Ini sudah sore, sudah pukul lima lebih tapi belum ada satu pun hantu yang muncul” kata Kevin dengan nada yang serius. “ Jangan sesumbar dulu, nanti kalau benar-benar ada juga belum tentu kamu berani,Vin.” Ejek Andreas. Sesudah Andreas bicara seperti itu, Kevin melihat sosok wanita berbaju putih dengan wajah yang tak terlihat karena tertutup rambut duduk di sebelahnya, karena di sebelah Kevin kosong. Mendadak wajahnya pucat pasi dan berkeringat dingin. Kevin tiba-tiba saja terdiam dan tidak bergerak. Kevin melihat teman-teman yang lain tengah bercanda tanpa menghiraukan dia. satu menit Kevin berusaha berteriak namun sia-sia, hanya kepalanya saja yang dapat menoleh. Sosok itu sangat menyeramkan, wajahnya tertutup rambut panjang menjuntai, berbaju putih berlumur darah,lengan bajunya panjang menutupi tangannya hanya terlihat kuku jarinya saja. Setengah mati Kevin ingin berteriak sekuat tenaga ketika sang hantu mulai bergerak menoleh ke Kevin. Kevin melirik lagi ke sebelahnya dan hantu wanita tadi sudah tidak ada, kini Kevin boleh bernafas lega, begitu badan Kevin bisa bergerak seperti semula, “ Kenapa gemetaran begitu,Vin?” tanyaku melihat sepertinya Kevin mengalami sesuatu. “ Aah, Nggak kok hanya tiba-tiba sakit kepala saja.” Seolah-olah tak terjadi apa-apa. “ Bener kamu pusing?” tanyaku kembali. Kevin hanya mengangguk pelan memegangi kepalanya. “ Mau minum obat? Aku ambilin ya?” Zara menawarkan jasa. Dan sekali lagi Kevin mengangguk. Zara pun beranjak dari sofa empuk dan menuju ke kamar untuk mencari obat, sampai di depan pintu dia heran melihat pintu yang tidak tertutup rapat. Dia heran karena yakin betul tadi dia menutup pintu, perlahan tangannya menyentuh pintu dan membukanya perlahan, bukan main kagetnya Zara, dia berteriak sekuat tenaga. Dia melihat pocong berbalut kain yang ada noda tanahnya, seperti bangkit dari kubur saja, pocong itu berdiri di pojok kamar dekat lemari pakaian, Teriakannya membuat teman-teman yang lain berlari kearah Zara, mereka semua mendapati Zara sedang jongkok di sudut luar kamar sambil menutup mukanya, dia sangat shock sekali. Ian meraihnya, Sean lalu memeluknya erat, Zara menangis ketakutan. Sean mencoba untuk menenangkannya. Kevin dan yang lainnya tak sabar ingin mendengarkan cerita apa yang terjadi barusan. “ Sudah ku bilang, kan … kalian jangan sembarangan berbicara.” Nasehat Andreas terucap kembali. Zara masih terisak, dan Sean berusaha memahami keadaan, “ Sean, aku mau pulang saja…” Zara merengek. “ Tahan ya, sekarang kamu tenang kan ada aku yang nemeni kamu, dari pada kita semua ngasih duit ke Andreas lebih baik kita buat senang-senang di Bali,ya?” Sean menghibur Zara. “ Villa ini berhantu dan dari awal pula sudah ku beritahukan kepada kalian semua. Ini baru beberapa jam saja kita disini, genap satu hari juga belum” Kata Andreas. “ Lalu sekarang Verona dimana?” tanya Jefta tiba-tiba. Dan semuanya sadar bahwa sedari tadi mereka berkumpul hanya Verona saja yang tidak berkumpul di tengah-tengah mereka. Spontan Verona menjadi perhatian mereka semua. “ Apa ada yang tahu kemana Verona keluar atau ada yang melihat Verona keluar kemana?” tanya Ian. Dan tak seorang pun tahu ,mereka menggeleng perlahan hampir bersamaan. “ Kalau begitu aku akan cari Verona, mumpung hari belum terlalu gelap. Ini hampir jam enam, kalian disini dan tolong jaga Zara.” Perintah Ian. Lalu mereka membawa Zara ke sofa depan dan merebahkanya supaya relax, Sean masih mencoba untuk menenangkannya. “ Ian, aku ikut ya?” Jefta menawarkan jasanya. “ Boleh, kamu bawa senter?” Jefta mengganggu Ian dan Jefta pun pergi mencari Verona. Sedangkan suasana di luar sana sangatlah berbeda dari dalam rumah karena di luar banyak pepohonan yang lebat dan tinggi menjulang. “ VE…VE…” panggil Jefta bersahut-sahutan dengan Ian. Hari mulai gelap, Jefta melirik jam tangannya dan jarum jam menunjukkan pukul 17.58,tiga menit lagi jam enam sore. “ Bagaimana, Jef? Apa kita kembali ke villa aja? Siapa tahu Verona hanya keluar cari angin saja.” “ Tapi,Ian.. ini kan hanya ada satu jalan setapak saja kita pasti melihat dia kalau benar Verona sudah pulang.” Ya sudah, kita lanjutkan nyari Vero.” Mereka memanggil nama Verona di antara langit yang mulai menggelap dan pohon-pohon yang besar. Mereka berdua sudah capek berteriak, berkali-kali mengarahkan lampu senter ke arah pepohonan yang besar, berharap menemukan Verona di antara semak belukar atau di balik pohon-pohon yang tumbuh meraksasa. Dengan sabar mereka mencari Verona. “ Kita telepon dulu si Andreas, siapa tahu Verona sudah di villa.” Saran Ian. Jefta mengeluarkan handphonenya dan menelpon Andreas. “ Hallo. As…Verona sudah di villa atau belum?” tanya Jefta serius. “ Hah, masih belum pulang?...Lo nggak ngerjain kita ,kan As?” Jefta mulai ketakutan. “ Ya udah deh, kita cari lagi yang penting handphone lo jangan di matikan,ya?.” Jefta menutup pembicaraannya dengan Andreas. Dan menggeleng ke Ian, Ian mengerti apa yang dimaksud oleh Jefta. Sudah tugas mereka untuk bertanggung jawab dan menjaga satu sama lain. Jefta dan Ian semakin jauh meninggalkan villa dan mulai kasuk ke area hutan “ ITU DIA,JEF!!!” pekik Ian, Spontan Jefta mengarah yang ditunjuk oleh Ian. Sosok wanita berjaket kuning dan bercelana jeans sedang duduk di depan sungai di atas batu kali yang besar, cahaya lampu senter mengarah ke wanita itu. “ Itu pasti Verona.” Jefta dan ian buru-buru berlari turun mendekati sosok itu. “Aduuh,Ve…kita sudah cari kemu kemana-mana tapi kamu malah asyik nongkrong disini.” Jefta bersungut-sungut. “ Iya, Ve…lagian ngapain kamu duduk disini?” Ian mulai heran. Tangan Jefta menepuk bahu Verona dan apa yang dilihatnya? Wajahnya polos, tidak ada mata, hidung atau mulutnya. Jefta dan Ian kaget bukan main. Mereka lari tunggang langgang, “ Lari, Jef…cepet!” ian yang berlari di depan Jefta. Jefta menoleh ke belakang ternyata setan muka rata itu mengejar Ian dan Jefta. Jefta dan Ian semakin lari ketakutan. Lari keatas membuat mereka berdua memakan seluruh tenaga. Tak peduli semak belukar atau serangga hutan mereka terus berlari menuju ke villa. Dan mereka berdua sampai di depan pintu villa, nafas mereka ‘senin kamis’ seperti orang yang habis lari marathon. Andreas, Kevin, Sean, dan Zara keheranan melihat keringat yang bercucuran dari Ian dan Jefta. Lantas dimana Verona sebenarnya?
©©©©
To be continued.....

Coban Rondo (Bagian II)

Berangkat ke Coban Rondo
Hari ini hari Rabu, dan hari inilah kami bertujuh untuk berangkat ke Coban Rondo daerah yang sangat menyeramkan menurut versi Andreas. Kami berniat menginap disana sampai tiga hari atau sebosannya. “ Hati-hati lho, Coban Rondo itu setahu mama adalah daerah yang masih berhutan liar, jadi jangan sembarangan ngomong atau bertindak yang melanggar sesuatu disana.” Kata mama sambil membantuku membawa tas ranselku ke ruang tamu. “ Iya, mama sayang…Vero nggak akan macem-macem disana, lagipula kalau nggak betah pasti mereka ngajakin pulang.dan Vero janji akan nelpon mama ngasih kabar,Ok?” kataku menenangkan mama yang gundah. Dan tak lama kemudian Mobil Nissan berhenti di depan rumah dan klakson mobilpun berbunyi memanggil. “ Nah , itu pasti mereka, Ma” kataku girang. Mama membuka pintu rumah dan ternyata tebakanku benar , Kevin dan yang lainnya sudah menunggu di mobil, di depan pintu sudah ada Jefta yang tersenyum simpul. “ Ma, Vero berangkat dulu ya?” pamitku sambil mencium pipi mama. “ Hati-hati, Ve…ingat pesan mama ya?...dan jangan lupa telpon mama kalau sudah sampai meskipun malam seperti apapun mama terima ” kata mama mengingatkanku. Aku mengangguk dan segera berlari keluar rumah , Jefta juga berpamit “Nitip Vero ya,Jef? “ kata mama “ Ooh, tenang saja Tan, saya jagain dia 24 jam non stop.” Seperti biasa Jefta sudah biasa bergurau dengan keluargaku. Dan kamipun segera meluncur ke tempat tujuan. Di sepanjang perjalanan kami tertawa riang, bernyanyi-nyanyi, dan mendengarkan music yang beralun dari tape mobil. Terkadang kami bercerita dan bercanda. Suasana keakraban terjadi di dalam perjalanan ini. Kota demi kota, desa demi desa kami lalui satu per satu meski ber Mil – mil jauhnya. “ Vin, kalau kamu capek nyetir, kamu gantian aja sama aku atau kamu berhenti dulu” kata Ian menawarkan jasanya “Ya, tenang aja, kan kamu kenek ku” gurau Kevin. Hari sudah berganti sore, waktu di jam tanganku menunjukkan pukul 17.45 WIB, matahari semakin tua dan sudah ingin mengakhiri siangnya, ingin segera berganti tugas dengan bulan dan bintang. “ Friend,laper nih…kalian nggak pada laper ya?” kata Zara. “ Iya aku juga laper banget nih.” Kali ini aku setuju dengan ajakan Zara. “ Ya ya tunggu ya , nanti kita cari restorant ya.” Kata Kevin menjanjikan. “ Nih untuk mengganjal rasa lapar.” Kata Sean menyodorkan makanan ringan kepada Zara. Aku melihat Andreas tertidur karena kelelahan bernyanyi dan bercerita, dari kami bertujuh , dialah yang paling cerewet dan suka bercerita. Entah cerita apapun pasti ada saja idenya. Terkadang banyolannya kosong dan hanya pencair suasana saja tetapi tak jarang juga ide-ide yang membangun dan banyolan bermutu keluar dari otaknya. Dan yang paling pendiam adalah Gregory Sean yang akrab di panggil Sean, jarang berbicara tetapi selalu saja bisa mencairkan suasana, itulah yang aku sangat sukai dari dia selain wajahnya yang tampan, tapi sayang dia lebih memilih si centil Zara dari pada aku, mungkin saja aku kurang cantik atau apalah nggak tahu. Sesekali aku melayangkan pandanganku ke Sean yang asyik berbincang mesra dengan Zara. Andai saja di sisi Sean itu aku bukan Zara. Tiba-tiba DUAAR! seperti ada suara ledakan, kami panic bukan main, apalagi Kevin. Mobilpun berhenti dan Kevin beserta Ian keluar dari mobil untuk memeriksa apa yang terjadi. Tenyata ada paku yang cukup besar menancap di tengah ban mobil. “ Hanya paku, Coy, jangan panic ya…” kata Kevin menenangkan kami. Aku mulai berfikir ini firasat bagus atau bukan, apa ini hanyalah kecerobohan Kevin. Aku menatap Kevin yang keluar dari mobil, wajahnya Nampak santai saja, seolah sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini. Aku turunkan kaca jendela , ingin melihat ban yang kempes. “ Sean , Jefta, bantuin Kevin mengganti ban ya, andreas di dalam mobil saja menjaga Vero dan Zara.” Perintah Ian. Sean dan Jefta pun turun dari mobil dan segera mencari perlengkapan yang berhubungan dengan mechanic, “ As, firasatku mulai nggak enak nih.” Ujarku ke Andreas. “ Kenapa? Mulai takut? Belum nyampe kok udah takut?” ejek Andreas. Aku sebal dengan Andreas yang mengejekku, “ Mana mungkin kita dapat musibah pecah ban di tengah-tengah hutan begini?” kataku kesal. “ Bisa saja, ini kan hutan dimana ada apa aja di jalan. Bener kan , Zar?” bantah Andreas. Aku memilih diam dari pada aku lanjutkan , bisa jadi pertengkaran antara aku dan Andreas. Dan aku berusaha menepis pikiran jelekku tentang firasat tadi. Aku mencoba untuk berfikir secara rasio dan masuk logika. Tak lama setelah mereka mengganti ban,Kevin, Ian, Sean dan Jefta masuk lagi ke dalam mobil dan aku melihat kelegaan ada di wajah mereka. “ Sorry agak lama , karena susah banget mengganti bannya.” Jelas Kevin. Aku ikut bernafas panjang, rupanya Andreas benar kalau ini tadi Cuma kecelakaan biasa. Ketika Kevin menyalakan mesin mobilnya,aku menutup kembali kaca jendela yang sudah ku buka tadi. Tapi seperti ada yang menatapku dari seberang jalan, pandanganku keluar jendela, aku melihat sosok perempuan berbaju putih panjang dengan rambut yang terurai, wajahnya tak Nampak jelas karena berbaur dengan gelapnya malam. Aku terhenyak, pikiranku kemana-mana, entah harus berpikir negative atau positif? Lalu siapa dia di tengah hutan begini? Aku melihat Kevin. Ian dan yang lainnya seperti tak melihat sosok wanita itu. Hantu kah dia? “ Guys, kalian lihat perempuan itu, nggak?” tanyaku setengah berbisik. Seisi mobil mengarah kepada yang aku maksud, “ mana? Siapa yang kamu lihat,Ve?” tanya Ian. “ aku lihat wanita pakai baju putih berdiri di dekat pohon itu,Ian” jawabku yang berusaha meyakinkan Ian dan yang lainnya. Mereka menggelengkan kepala secara bersamaan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Bahkan Kevin sempat menertawakanku kecuali Jefta saja yang percaya padaku. Tatapan Jefta seolah mengatakan bahwa dia sangat percaya padaku, Jujur saja aku kesal tapi sudahlah dan perjalanan pun di lanjutkan kembali. Posisi kami saat ini sudah berada di Jawa Tengah, dan kini kita berhenti di sebuah restoran untuk makan malam. Kami semua turun dan segera makan di restoran itu, karena sudah larut, maka yang makan di restoran itupun juga tidak banyak, kami semua duduk dalam satu meja dan memesan makanan sesuai dengan menu yang ada, setelah acara supper itu kami melanjutkan kembali perjalanan panjang menuju villa Cobanrondo. Supper, makan malam yang sudah terlewat jamnya. Perjalanan lumayan mulus dan tak tersendat macet, perut kenyang mata pun di landa kantuk yang luar biasa karena dinginnya AC mobil. Kami pun tertidur hanya Ian dan Kevin yang tidak tertidur karena mereka akan bergantian menyetir. Ditengah perjalanan, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur tepatnya di Cepu dan Bojonegoro, Kevin berhenti menyetir karena kelelahan dan di lanjutkan oleh Ian. Ian melanjutkan perjalanan dan sekitar sepuluh menit berlalu, tiba-tiba mobil berhenti mendadak, tentu saja kami semua terbangun “ Ada apa,Ian? “ tanya kami semua hampir bersamaan. “ Coba kalian lihat ke depan” tunjuk Ian. Kami pun langsung ingin tahu apa yang di tunjuk oleh Ian, ternyata Nampak dari kejauhan barisan orang berbaju putih mengangkat tandu, “ Apa itu ?” pikirku dalam hati. Aku melirik jam tanganku dan jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam tepat. Kondisi jalan saat itu sangat sepi dan dengan adanya barisan itu seperti hanya kami saja yang berada di jalan waktu itu. “ Sebaiknya kita cari jalan lain saja. Mumpung mereka masih jauh” Usul Sean Bulu kuduk ku makin berdiri ketika barisan orang berbaju putih itu semakin mendekat, “ Jangan!” kata Andreas. “ Apa maksudmu ,As?” tanya Sean keheranan. Aku dan yang lainnya pun ikut mengerutkan kening. “ Kalian matikan mesin mobil ini dan jangan bersuara, sekalipun kalian melihat wajah mereka. Aku sarankan kalian menutup mata saja.” Jelas Andreas. “…Ini sudah sering terjadi, barisan itu adalah penunggu hutan ini,kalau kalian bersuara, merekan akan membawa kalian.” Lanjutnya. Mataku tak berkedip mendengar penjelasan Andreas. “ Cepat! Mereka selain mendekat saja!” kata Zara. “ Diam dan jangan bergerak.” Perintah Andreas, dan semuanya pun menuruti kata-kata Andreas Karena pemandangan yang tidak biasa ini. Mereka melewati kami dengan perlahan-lahan kurang lebih dua puluh sampai tiga puluh orang berbaris mengenakan baju putih bersih, dan mereka melangkah dengan tidak menyentuh tanah, membawa usungan keranda orang mati, entah siapa yang ada di dalamnya. Kami hanya terpaku melihat pemandangan gaib seperti itu dengan keringat dingin yang mengucur deras. Ini sulit dipercaya tetapi kami semua melihat itu. Zara yang sangat ketakutan memejamkan matanya. Badannya bergetar. Tapi untunglah kejadian ini tidak berlangsung lama , setelah melewati mobil kami, barisan berbaju putih itu tiba-tiba menghilang di telan kegelapan. “ Aah, untunglah sudah hilang” kata Ian. “ Apa sih itu tadi?” aku terheran “ Tadi itu hanya penghuni hutan ini yang lewatnya memang jam 12 malam tepat, memang cukup berbahaya juga jika kita tidak melihatnya lalu mereka tiba-tiba muncul , Waah…bisa terjadi kecelakaan” jelas Andreas “ Untung kita melihatnya dari kejauhan,kalau tidak? Kata Kevin “ Aah, sudahlah…aku nggak mau lama-lama disini…” sela Zara. “ Ya benar, kenapa lama sekali menyalakan mesinnya?” tanya Sean Buru-buru Ian menyalakan mesinnya. Dan langsung tancap gas melanjutkan perjalanan. “ Ini belum seberapa, belum di villa ku yang berhantu, aku yakin kalian nggak akan betah disana. Sudah berkali-kali ingin di jual oleh papaku tetapi susah sekali lakunya.” Kata Andreas. “ Kita pulang saja , Yuk…” kata Zara yang sedari tadi ketakutan setengah mati. Sean berusaha menenangkan Zara dengan memeluknya, aku melihatnya dengan sangat sinis, Aku cemburu, Tapi aku berusaha menguasai keadaan walaupun dalam hati aku tidak ingin Zara ikut. Jefta melhat raut wajah Verona tetapi Verona tidak menyadarinya. Jefta tahu sekali kalau Verona sangat cemburu melihat Sean memeluk Zara, apa boleh buat mereka berdua sudah jadian. Memang sudah lama Jefta menyukai Verona tetapi tak ada keberanian untuk mengungkapkan. Dan mereka pun tertidur pulas di dalam mobil sementara Ian menyetir hingga ke tempat tujuan.
©©©©
To be continued....

Ghost Story.....Coban Rondo (Bagian I)

Coban Rondo (Bagian I)
By : "Loui" (AAM)
Awal liburan yang mengerikan
“Tak bisa di bayangkan liburan kenaikan kelas yang seru, akan berubah menjadi bencana dan kengerian diantara kami,kalau saja kami mendengarkan petuah orang-orang setempat mungkin tidak akan seperti ini,tidak mungkin menelan korban jiwa…dan kusarankan kalian jangan sesekali mencobai hantu.” Ketika aku siuman, Aku sekarang terbaring lemah di kamar unit gawat darurat, tubuhku terdapat beberapa luka dan memar, ada infuse di pembuluh darahku, dan luka-luka ku di balut oleh perban yang diisi obat luka dan kapas. Aku berusaha mengamati keadaan sekitar, Aku mencoba untuk membuka mataku walaupun berat, dan yang tampak hanya langit-langit kamar yang putih bersih beserta peralatan infus. Sekarang aku terbaring di rumah sakit. “ Hai…Ve…sudah sadar ya?” tanya seseorang di sampingku. Aku mendengarnya dengan jelas karena suara itu tepat di sebelah telingaku dan aku pernah mendengar suara ini. Ya! Ini suara mama yang menungguku. “ Ma..ma…” kataku memanggil mama dengan suara parau. “ Ya sayang…jangan banyak bicara dulu, kamu harus istirahat yang banyak.” Kata mama sambil lembut membelaiku. Aku mencoba untuk duduk dan mama membantuku membenarkan bantal, mama tahu mungkin aku sudah terlalu banyak tidur. “ Ma, lihat Jefta nggak?” “ Lihat…, dia lagi beli makanan kecil di luar,” “ Kok beli makanan kecil, Ma? Jefta nggak papa kan,Ma? Dia baik-baik saja kan?” aku keheranan. Mama tersenyum simpul, lalu mengambilkan air minum di mejaku. “ Jefta juga sakit dan di rawat di rumah sakit ini,tetapi dia hanya patah tulang saja di bagian tangannya,dan luka-luka ringan… Kamarnya ada di sebelah… Kenapa?” Mama memberikan air minum dalam gelas kepadaku. Aku hanya menggeleng saja. Dalam hati, aku bersyukur Jefta masih hidup walaupun hanya mengalami cedera patah tulang dan luka ringan saja. Aku masih ingat dengan jelas kejadian yang menimpaku beberapa hari yang lalu hingga aku masuk ke rumah sakit ini. ©©©© Aku sedang asyik main Handphone baru hasil belajar keras di kelas, tak percuma aku meraih ranking dua di kelas, walaupun begitu aku sudah mendapatkan handphone yang aku mau,kini aku tengah memainkan games nya dan ingin melihat feature apa saja yang ada di dalamnya sehingga aku menguasai penuh handphone baruku ini, “ ada telephone dari Jefta.” Teriak Lucy adikku di depan pintu kamarku. “ iyaaaa…” sahutku dan segera beranjak dari tempat tidurku yang empuk dan keluar dari kamarku. … “ Ya ,Jef? Ada apa?” kataku tanpa Hallo, karena sudah akrab betul dengan Jefta. “ Bisa datang ke tempat biasa nggak,Ve?” “Emang kenapa?” tanyaku makin penasaran. “ Anak-anak pada ngumpul, pingin merencanain sesuatu.” Jawabnya. “ Kapan? Hari ini?” “ Nggak…Habis Lebaran Monyet….Ya Sekarang lah…” kata Jefta kesal. Aku hanya meringis geli mendengar Jefta menelponku dengan agak geregetan. “ Galak banget? Ya ya udah, ngumpul aja kan?” “ Ya iya lah, emang kamu mau membersihin rumah Ian juga?” “ Ya udah deh aku cepet-cepet kesana.sudah ada siapa saja di rumah Ian?” “ Sudah ada Andeas, Sean, Kevin, si meong juga udah datang, pokoknya tinggal kamu aja.” Aku tertawa mendengar kata Jefta memberi gelar ‘Meong’ kepada Zara. Aku mengakhiri pembicaraanku dengan Jefta di telephone. Aku segera bergegas ke kamar untuk ganti baju , dengan Jeans favorite dan bersiap-siap ke rumah Ian, rumah ian lumayan jauh dari rumahku, tapi tak apa, aku sudah biasa ke rumahnya jika tiap kali kami berkumpul,mama papa pun juga sudah tahu pertemanan kita yang dimulai dari taman kanak-kanak sampai saat ini. Jadi tidak heran jika kapanpun mereka ingin mencari ku pasti sudah tahu tempatnya. Aku segera membuka garasi dan mengeluarkan motor kesayanganku, CBR 125 warna biru kesayanganku, aku memang tergolong cewek tomboy, dan selalu saja berteman dengan teman pria dari pada dengan teman wanita, tapi tak jadi masalah selama kita berteman dalam hal positif. “ Ve, mau kemana” tanya mama yang melihatku mengeluarkan motor. “ Ke rumah Ian, ma…” “ Ya udah jangan malam-malam pulangnya,ya.” Kata mama mencoba mengkhawatirkanku. “ Iya” jawabku singkat. Dan aku sudah bersiap meluncur dengan motor kesayanganku ini. Mama membuka pagar dan aku berpamitan dengan mamaku. Dalam sekejap aku sudah tancap gas. “ Verona..,Verona…kapan kamu berubah feminin?” gumam mama sambil menggelengkan kepala. ©©©© Aku melesat dengan motor kesayanganku yang sudah ku panaskan sekitar lima menit, Hanya dengan menempuh perjalanan selama lima belas menit saja , aku sudah hafal sekali jalan menuju rumah Ian, dinginnya angin malam tidak aku rasakan bahkan aku sudah biasa dengan dinginnya angin ini. Aku sudah di depan rumah Ian. Aku langsung masuk saja karena pagar rumah Ian tidak terkunci, aku memang melihat beberapa sandal yang berserakan ada di depan pintu rumah Ian, “ Whoi,IAAN…” panggilku. “ Yo’i,masuk aja,langsung keruang tengah.” Suara Ian yang aku dengar dari ruang tengah. Aku meihat, Ian, Jefta, Zara, dan Kevin lagi asyik bercanda-canda sementara Andreas dan Sean sedang bermain Playstation . aku segera duduk di sofa empuk yang kosong. “ Ada apa? Kok kita ngumpul disini?” tanyaku sedikit penasaran. “ OK, Friend, kita rapat dulu sebentar,yuk…stop dulu main-mainnya nanti lagi.” Mereka semua nurut, dan mengambil posisi masing-masing , duduk merapat untuk membentuk suatu lingkaran seperti biasa yang kita lakukan sebelum rapat berlangsung. “ Begini ,…” ucap Ian,sang tuan rumah memulai pembicaraan. “ … Liburan sudah tiba,kan? Liburan kali ini cukup panjang dan ingin kalian manfaatkan kemana?” lanjut Ian. “ Gimana kalau kita ke pantai aja.” Usul Jefta, “ Nggak ah, panas…aku takut kulitku kebakar matahari , nanti gosong, deh…” ujar Zara “ HUUUUU” spontan kami semua menyoraki komentar Zara. “ Genit banget, sama matahari aja takut.” Kataku. Aku juga tidak setuju dengan pendapat Zara, dia memang genit dan manja apalagi semenjak dia mengambil alih hati Sean dariku. Aku semakin membencinya, hanya saja saat ini aku berpura-pura suka dan bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa di antara kami, masalah ini hanya Jefta yang mengetahuinya dan kepada Jefta aku percayakan masalahku. “ Sudah…sudah…” kata Ian menengahi. “…Kita kembali ke persoalan, selama ini kan kita sudah jenuh dengan mata pelajaran di sekolah, saatnya kita berlibur dan mencari pengalaman baru, bagaimana?” “ Ya, aku setuju apalagi kita sudah merencanakan liburan untuk pergi bersama-sama. Ya,kan?” Komentar Sean. Ucapan Sean ternyata disetujui kami semua termasuk Ian. “ Gimana kalau kita ke Yogyakarta?” usul Zara sambil memakan kacang yang sudah sedari tadi ada di meja. “Nggak ah, ngapain ke Yogya? Kurang menantang. Sesekali yang berbau seram atau adventure gitu.” sahut Kevin Ternyata kami semua juga tidak ada yang setuju kalau liburan kali ini dihabiskan di DI Yogyakarta. Semua setuju atas usul Kevin yang menginginkan liburan kali ini diisi oleh petualangan atau hal-hal yang berbau mistik. “ Aah,kayak berani aja,Vin…” celoteh ku. “ Bagaimana kalau kita ke Villa papa ku di daerah Coban Rondo Jawa Timur,disana banyak hantunya,lho.” Kata Andreas memasang wajah yang ketakutan. “ Haah, banyak hantunya?” kata kami hampir bersamaan. “ Nah itu dia yang di cari.” Teriak Kevin girang. “ Iya, kan Coban Rondo bekas tempat pembantaian PKI, semua orang yang bersalah maupun tidak bersalah dihukum mati oleh PKI, bagaimana? Kalian mau mencoba? Kita taruhan kalau kalian menyerah dalam waktu tiga hari maka kalian harus ngasih duit masing-masing dua juta ke gue, tapi kalau kalian yang menang maka kita semua akan jalan-jalan ke Bali selama seminggu dan itu semua gue yang bayar, bagaimana? Cukup adilkan?” tantang Andreas. Kami saling berpandangan sejenak,dan “ SETUJU!!” kata kami serempak. Kami memang tengah tergiur liburan ke Bali bersama dan kebetulan Andreas menawarkan sesuatu yang gampang sekali. “ Masalah Transportasi?” tanyaku sambil meminum minuman yang disediakan oleh pembantu Ian. “ Tenang, Om ku pasti bersedia meminjamkan mobilnya,kok…” ujar Kevin. “ Lo yakin, Vin?” tanya Sean. “ Tenang aja,Friend…Om ku kan mau keluar kota, kunci mobilnya dan STNKnya pasti di tinggal,Coy… HAHAHAHAHA…” jawab Kevin tertawa girang. “ Siip, Kalau begitu tinggal tanggal mainnya saja.” Kata Ian. “ Gimana kalau dua hari lagi kita berangkat?” ujar Andreas. “ Dua hari lagi? Itu terlalu singkat, kalau minggu depan gimana?“usulku. “ Terlalu lama. Aku nggak sabar ingin berpetualang dengan hantu.” Kata Jefta sambil terbahak. “ Kalian belum pernah tahu ya yang namanya Coban Rondo, angker banget,Friend! Jangankan tiga hari dalam waktu sehari saja aku yakin kalian pasti akan minta pulang.” Gelak Anderas. “ Aku jadi nggak sabar ingin tahu seseram apa sih, Coban Rondo itu?” tanya Ian. “ Baik…Aku setuju kalau dua hari lagi , gimana?” lanjut Ian. Ternyata kami semua terlalu penasaran dengan cerita Andreas yang seram itu, entah bohong atau benar akan terbukti disana nanti. Dan pada akhirnya kami semua setuju dua hari lagi untuk memulai petualangan seram ini. Aku juga tidak berlama-lama di rumah Ian, selain aku ingat perintah mama , aku juga jenuh melihat Zara, aku pun berpamit pulang kepada sang tuan rumah. Entah yang lain masih bermain-main dirumah Ian atau menyusul seperti ku,langsung pulang. Ian dan Jefta mengantarkanku sampai ke depan pintu,lalu aku lambaikan tangan kepada mereka berdua,Ku tancap gas dan ku lepas kopling tangan CBR ku,
©©©©
to be contiuned.....