Friday, October 10, 2008

Coban Rondo (Bagian II)

Berangkat ke Coban Rondo
Hari ini hari Rabu, dan hari inilah kami bertujuh untuk berangkat ke Coban Rondo daerah yang sangat menyeramkan menurut versi Andreas. Kami berniat menginap disana sampai tiga hari atau sebosannya. “ Hati-hati lho, Coban Rondo itu setahu mama adalah daerah yang masih berhutan liar, jadi jangan sembarangan ngomong atau bertindak yang melanggar sesuatu disana.” Kata mama sambil membantuku membawa tas ranselku ke ruang tamu. “ Iya, mama sayang…Vero nggak akan macem-macem disana, lagipula kalau nggak betah pasti mereka ngajakin pulang.dan Vero janji akan nelpon mama ngasih kabar,Ok?” kataku menenangkan mama yang gundah. Dan tak lama kemudian Mobil Nissan berhenti di depan rumah dan klakson mobilpun berbunyi memanggil. “ Nah , itu pasti mereka, Ma” kataku girang. Mama membuka pintu rumah dan ternyata tebakanku benar , Kevin dan yang lainnya sudah menunggu di mobil, di depan pintu sudah ada Jefta yang tersenyum simpul. “ Ma, Vero berangkat dulu ya?” pamitku sambil mencium pipi mama. “ Hati-hati, Ve…ingat pesan mama ya?...dan jangan lupa telpon mama kalau sudah sampai meskipun malam seperti apapun mama terima ” kata mama mengingatkanku. Aku mengangguk dan segera berlari keluar rumah , Jefta juga berpamit “Nitip Vero ya,Jef? “ kata mama “ Ooh, tenang saja Tan, saya jagain dia 24 jam non stop.” Seperti biasa Jefta sudah biasa bergurau dengan keluargaku. Dan kamipun segera meluncur ke tempat tujuan. Di sepanjang perjalanan kami tertawa riang, bernyanyi-nyanyi, dan mendengarkan music yang beralun dari tape mobil. Terkadang kami bercerita dan bercanda. Suasana keakraban terjadi di dalam perjalanan ini. Kota demi kota, desa demi desa kami lalui satu per satu meski ber Mil – mil jauhnya. “ Vin, kalau kamu capek nyetir, kamu gantian aja sama aku atau kamu berhenti dulu” kata Ian menawarkan jasanya “Ya, tenang aja, kan kamu kenek ku” gurau Kevin. Hari sudah berganti sore, waktu di jam tanganku menunjukkan pukul 17.45 WIB, matahari semakin tua dan sudah ingin mengakhiri siangnya, ingin segera berganti tugas dengan bulan dan bintang. “ Friend,laper nih…kalian nggak pada laper ya?” kata Zara. “ Iya aku juga laper banget nih.” Kali ini aku setuju dengan ajakan Zara. “ Ya ya tunggu ya , nanti kita cari restorant ya.” Kata Kevin menjanjikan. “ Nih untuk mengganjal rasa lapar.” Kata Sean menyodorkan makanan ringan kepada Zara. Aku melihat Andreas tertidur karena kelelahan bernyanyi dan bercerita, dari kami bertujuh , dialah yang paling cerewet dan suka bercerita. Entah cerita apapun pasti ada saja idenya. Terkadang banyolannya kosong dan hanya pencair suasana saja tetapi tak jarang juga ide-ide yang membangun dan banyolan bermutu keluar dari otaknya. Dan yang paling pendiam adalah Gregory Sean yang akrab di panggil Sean, jarang berbicara tetapi selalu saja bisa mencairkan suasana, itulah yang aku sangat sukai dari dia selain wajahnya yang tampan, tapi sayang dia lebih memilih si centil Zara dari pada aku, mungkin saja aku kurang cantik atau apalah nggak tahu. Sesekali aku melayangkan pandanganku ke Sean yang asyik berbincang mesra dengan Zara. Andai saja di sisi Sean itu aku bukan Zara. Tiba-tiba DUAAR! seperti ada suara ledakan, kami panic bukan main, apalagi Kevin. Mobilpun berhenti dan Kevin beserta Ian keluar dari mobil untuk memeriksa apa yang terjadi. Tenyata ada paku yang cukup besar menancap di tengah ban mobil. “ Hanya paku, Coy, jangan panic ya…” kata Kevin menenangkan kami. Aku mulai berfikir ini firasat bagus atau bukan, apa ini hanyalah kecerobohan Kevin. Aku menatap Kevin yang keluar dari mobil, wajahnya Nampak santai saja, seolah sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini. Aku turunkan kaca jendela , ingin melihat ban yang kempes. “ Sean , Jefta, bantuin Kevin mengganti ban ya, andreas di dalam mobil saja menjaga Vero dan Zara.” Perintah Ian. Sean dan Jefta pun turun dari mobil dan segera mencari perlengkapan yang berhubungan dengan mechanic, “ As, firasatku mulai nggak enak nih.” Ujarku ke Andreas. “ Kenapa? Mulai takut? Belum nyampe kok udah takut?” ejek Andreas. Aku sebal dengan Andreas yang mengejekku, “ Mana mungkin kita dapat musibah pecah ban di tengah-tengah hutan begini?” kataku kesal. “ Bisa saja, ini kan hutan dimana ada apa aja di jalan. Bener kan , Zar?” bantah Andreas. Aku memilih diam dari pada aku lanjutkan , bisa jadi pertengkaran antara aku dan Andreas. Dan aku berusaha menepis pikiran jelekku tentang firasat tadi. Aku mencoba untuk berfikir secara rasio dan masuk logika. Tak lama setelah mereka mengganti ban,Kevin, Ian, Sean dan Jefta masuk lagi ke dalam mobil dan aku melihat kelegaan ada di wajah mereka. “ Sorry agak lama , karena susah banget mengganti bannya.” Jelas Kevin. Aku ikut bernafas panjang, rupanya Andreas benar kalau ini tadi Cuma kecelakaan biasa. Ketika Kevin menyalakan mesin mobilnya,aku menutup kembali kaca jendela yang sudah ku buka tadi. Tapi seperti ada yang menatapku dari seberang jalan, pandanganku keluar jendela, aku melihat sosok perempuan berbaju putih panjang dengan rambut yang terurai, wajahnya tak Nampak jelas karena berbaur dengan gelapnya malam. Aku terhenyak, pikiranku kemana-mana, entah harus berpikir negative atau positif? Lalu siapa dia di tengah hutan begini? Aku melihat Kevin. Ian dan yang lainnya seperti tak melihat sosok wanita itu. Hantu kah dia? “ Guys, kalian lihat perempuan itu, nggak?” tanyaku setengah berbisik. Seisi mobil mengarah kepada yang aku maksud, “ mana? Siapa yang kamu lihat,Ve?” tanya Ian. “ aku lihat wanita pakai baju putih berdiri di dekat pohon itu,Ian” jawabku yang berusaha meyakinkan Ian dan yang lainnya. Mereka menggelengkan kepala secara bersamaan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Bahkan Kevin sempat menertawakanku kecuali Jefta saja yang percaya padaku. Tatapan Jefta seolah mengatakan bahwa dia sangat percaya padaku, Jujur saja aku kesal tapi sudahlah dan perjalanan pun di lanjutkan kembali. Posisi kami saat ini sudah berada di Jawa Tengah, dan kini kita berhenti di sebuah restoran untuk makan malam. Kami semua turun dan segera makan di restoran itu, karena sudah larut, maka yang makan di restoran itupun juga tidak banyak, kami semua duduk dalam satu meja dan memesan makanan sesuai dengan menu yang ada, setelah acara supper itu kami melanjutkan kembali perjalanan panjang menuju villa Cobanrondo. Supper, makan malam yang sudah terlewat jamnya. Perjalanan lumayan mulus dan tak tersendat macet, perut kenyang mata pun di landa kantuk yang luar biasa karena dinginnya AC mobil. Kami pun tertidur hanya Ian dan Kevin yang tidak tertidur karena mereka akan bergantian menyetir. Ditengah perjalanan, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur tepatnya di Cepu dan Bojonegoro, Kevin berhenti menyetir karena kelelahan dan di lanjutkan oleh Ian. Ian melanjutkan perjalanan dan sekitar sepuluh menit berlalu, tiba-tiba mobil berhenti mendadak, tentu saja kami semua terbangun “ Ada apa,Ian? “ tanya kami semua hampir bersamaan. “ Coba kalian lihat ke depan” tunjuk Ian. Kami pun langsung ingin tahu apa yang di tunjuk oleh Ian, ternyata Nampak dari kejauhan barisan orang berbaju putih mengangkat tandu, “ Apa itu ?” pikirku dalam hati. Aku melirik jam tanganku dan jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam tepat. Kondisi jalan saat itu sangat sepi dan dengan adanya barisan itu seperti hanya kami saja yang berada di jalan waktu itu. “ Sebaiknya kita cari jalan lain saja. Mumpung mereka masih jauh” Usul Sean Bulu kuduk ku makin berdiri ketika barisan orang berbaju putih itu semakin mendekat, “ Jangan!” kata Andreas. “ Apa maksudmu ,As?” tanya Sean keheranan. Aku dan yang lainnya pun ikut mengerutkan kening. “ Kalian matikan mesin mobil ini dan jangan bersuara, sekalipun kalian melihat wajah mereka. Aku sarankan kalian menutup mata saja.” Jelas Andreas. “…Ini sudah sering terjadi, barisan itu adalah penunggu hutan ini,kalau kalian bersuara, merekan akan membawa kalian.” Lanjutnya. Mataku tak berkedip mendengar penjelasan Andreas. “ Cepat! Mereka selain mendekat saja!” kata Zara. “ Diam dan jangan bergerak.” Perintah Andreas, dan semuanya pun menuruti kata-kata Andreas Karena pemandangan yang tidak biasa ini. Mereka melewati kami dengan perlahan-lahan kurang lebih dua puluh sampai tiga puluh orang berbaris mengenakan baju putih bersih, dan mereka melangkah dengan tidak menyentuh tanah, membawa usungan keranda orang mati, entah siapa yang ada di dalamnya. Kami hanya terpaku melihat pemandangan gaib seperti itu dengan keringat dingin yang mengucur deras. Ini sulit dipercaya tetapi kami semua melihat itu. Zara yang sangat ketakutan memejamkan matanya. Badannya bergetar. Tapi untunglah kejadian ini tidak berlangsung lama , setelah melewati mobil kami, barisan berbaju putih itu tiba-tiba menghilang di telan kegelapan. “ Aah, untunglah sudah hilang” kata Ian. “ Apa sih itu tadi?” aku terheran “ Tadi itu hanya penghuni hutan ini yang lewatnya memang jam 12 malam tepat, memang cukup berbahaya juga jika kita tidak melihatnya lalu mereka tiba-tiba muncul , Waah…bisa terjadi kecelakaan” jelas Andreas “ Untung kita melihatnya dari kejauhan,kalau tidak? Kata Kevin “ Aah, sudahlah…aku nggak mau lama-lama disini…” sela Zara. “ Ya benar, kenapa lama sekali menyalakan mesinnya?” tanya Sean Buru-buru Ian menyalakan mesinnya. Dan langsung tancap gas melanjutkan perjalanan. “ Ini belum seberapa, belum di villa ku yang berhantu, aku yakin kalian nggak akan betah disana. Sudah berkali-kali ingin di jual oleh papaku tetapi susah sekali lakunya.” Kata Andreas. “ Kita pulang saja , Yuk…” kata Zara yang sedari tadi ketakutan setengah mati. Sean berusaha menenangkan Zara dengan memeluknya, aku melihatnya dengan sangat sinis, Aku cemburu, Tapi aku berusaha menguasai keadaan walaupun dalam hati aku tidak ingin Zara ikut. Jefta melhat raut wajah Verona tetapi Verona tidak menyadarinya. Jefta tahu sekali kalau Verona sangat cemburu melihat Sean memeluk Zara, apa boleh buat mereka berdua sudah jadian. Memang sudah lama Jefta menyukai Verona tetapi tak ada keberanian untuk mengungkapkan. Dan mereka pun tertidur pulas di dalam mobil sementara Ian menyetir hingga ke tempat tujuan.
©©©©
To be continued....

No comments: