Friday, October 10, 2008

Coban Rondo (Bagian III)

Villa Berhantu
Tinggal beberapa desa lagi mereka sudah berada di Coban Rondho, indahnya desa di pagi hari dan sejuknya udara pagi sangat terasa ketika jendela kaca mobil di buka, kembali tawa riang ada saat mereka semua membuka mata. Hutan yang masih di penuhi lebatnya pepohonan dan berbagai macam tanaman liar, mereka melihat rumah – rumah penduduk yang masih sederhana dan pemandangan lain yang mereka jarang sekali lihat selama tinggal di ibukota. “ Masih jauh. As? Tanya Ian yang masih saja menyetir mobil. “ Dikit lagi,Friend… satu desa lagi.” Jawab Andreas yang masih mengantuk. Dan setelah melewati satu desa lagi ternyata Nampak rumah bercat putih dari kejuhan. “ Nah, itu dia, Villa bokap gue.” Kata Andreas girang, spontan mereka melihat arah yang di tunjuk oleh Andreas. Mobil kini sudah berhenti tepat di depan villa itu. Rumah yang lumayan terawat, bercat putih rapi dan terdapat taman bunga yang indah. Tidak Nampak seperti villa berhantu atau semacamnya, seperti yang di ceritakan Andreas dua hari yang lalu. “ Ini villanya?” tanya Zara Andreas mengangguk. “ Nggak seperti villa berhantu” kata Sean. “ Siapa bilang?” bantah Andreas. “ …Kelihatnnya saja seperti rumah biasa, tapi kalau sudah di dalamnya, kalian pasti ketakutan. Dulu saja ada yang mati, yaitu orang yang membeli villa ini mencoba untuk menginap di sini, ternyata sudah mati gantung diri, entah apa sebabnya padahal mereka pengantin baru. Kejadian seperti itu bukan sekali dua kali, tetapi sudah empat kali,Friend. Makanya papaku memutuskan untuk tidak menjualnya, Karena sudah menelan banyak korban.” Jelas Andreas. ” Aku jadi merinding…” kata Zara. Kami semua memandang seksama villa ini, “ Aah, otak kalian udah terpengaruh karena kebanyakan lihat film Suzzana…lebih baik kita ambil foto dulu, gimana?” Jefta mengeluarkan kamera digital yang ada di dalam tas punggungnya. “ AYOOO…” kami semua bertenriak serempak. Fotopun berganti-gantian, kadang Andreas yang memotret , aku, Ian dan formasi pun berbeda-beda. Setelah berfoto-foto, “ Lalu ada yang merawat villa ini?” tanyaku. “ Ada. Dia sekaligus pawang setan, sudah terbiasa di rumahku, tapi memang dia juga tidak tinggal di villa, hanya bekerja pagi saja lalu pulang.” Barang-barangya sudah terkumpul semua dan mereka sudah siap untuk memasuki villa yang di bilang berhantu itu. Andreas memanggil Bi Nah, pembantu sekaligus pawang setan seperti yang dikataka Andreas, namun tak ada jawaban sekalipun sudah berteriak keras. Namun KLEK ! Bunyi itu tanda bahwa pintu sudah tidak terkunci lagi. Dan seperti ada seseorang yang membukanya dari luar. Pintu mulai dibuka perlahan, membuat mereka semua tegang dan focus pada apa yang ada di dalam villa. Ternyata seisi rumah di penuhi dengan perabotan antic, ada beberapa lukisan kuno seperti di zaman Belanda, tetapi semua terawat dengan baik. “ Ternyata nggak ada apa-apa begini” kata Sean. “ Iya, rumah antic yang bagus,kok.” Sahutku “ Mana hantunya? Rumah sebagus ini ada hantunya?” kata Kevin melirik Andreas. “ Jangan bicara sembarangan, nanti kalau ada penampakan jangan salahin aku ya. Aku mencari Bi Nah dulu, mungkin dia ada di belakang maklum sudah tua sepertinya pendengarannya pun kurang jelas, jadi dia tidak mendengar kalau ada orang datang” Jawab Andreas. Andreas masuk ke dalam dan mencari Bi Nah, “ Iya, paling-paling juga hantunya yang takut sama elo,Vin” ejekku. “Sudahlah, kita istirahat dulu…dimana kamarnya,As?” Ian menyela “ Oh,ya…untuk kamar kalian bisa pilih sendiri, ada sepuluh kamar “ Andreas menunjukkan arah menuju ke kamar. “ Nah, kalian silahkan pilih kamar masing-masing, untuk yang wanita jadi satu saja.” Komendo Ian kepada mereka. Satu per satu mereka memilih kamar masing-masing. “ Aku mau kamar yang deket kamar cewek, aah…” kata Kevin. Tak sengaja kata-kata Kevin itu terdengar oleh Jefta dan Sean. “ NGGAK BOLEH!!” kata Jefta dan Sean bersamaan. “ Nih, gue kempesin badan lo yang super jumbo itu. Mau?” ancam Jefta Kevin cemberut dan segera membuka kamar yang lain. “ Ian , lo satu kamar aja sama Kevin, bahaya tuh anak kalau sendirian, masalahnya saja tadi dia mau kamar yang deket sama kamar cewek.” Jefta mengadu ke Ian. “ Gue sih terserah dia aja,” jawab Ian yang tengah merapikan baju-bajunya. Tiba-tiba Andreas masuk ke kamar Ian , “ Gimana kamarnya? Kalian nyaman nggak?” tanya Andreas, “ Lumayan, kasurnya empuk, udaranya sejuk yang bikin ngantuk, jadinya pingin tidur mulu.” Ian tertawa. Merebahkan dirinya di kasur empuk yang ia duduki. Kata – kata Ian disetujui oleh Jefta, Sementara di kamar Zara dan Verona, Zara yang asyik bernyanyi-nyanyi kecil tengah menata beberapa baju yang dibawanya dalam tas. Verona memasang wajah yang cemberut, karena dalam hatinya dia tidak ingin satu kamar dengan Zara, malah lebih baik sendiri dari pada satu kamar dengan orang yang begitu di bencinya, benar-benar beban bagi Verona, Verona keluar kamar dengan hati kesal dan membanting pintu dan meninggalkan Zara sendirian, Zara tidak mempedulikan Verona dan memang dia benar-benar menguasai keadaan kamar. ” Kalau tidak betah di kamar ya keluar saja.” Kata Zara sambil tertawa sendirian. ©©©© Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore, mereka berenam berkumpul diruang tengah. “ Ini sudah sore, sudah pukul lima lebih tapi belum ada satu pun hantu yang muncul” kata Kevin dengan nada yang serius. “ Jangan sesumbar dulu, nanti kalau benar-benar ada juga belum tentu kamu berani,Vin.” Ejek Andreas. Sesudah Andreas bicara seperti itu, Kevin melihat sosok wanita berbaju putih dengan wajah yang tak terlihat karena tertutup rambut duduk di sebelahnya, karena di sebelah Kevin kosong. Mendadak wajahnya pucat pasi dan berkeringat dingin. Kevin tiba-tiba saja terdiam dan tidak bergerak. Kevin melihat teman-teman yang lain tengah bercanda tanpa menghiraukan dia. satu menit Kevin berusaha berteriak namun sia-sia, hanya kepalanya saja yang dapat menoleh. Sosok itu sangat menyeramkan, wajahnya tertutup rambut panjang menjuntai, berbaju putih berlumur darah,lengan bajunya panjang menutupi tangannya hanya terlihat kuku jarinya saja. Setengah mati Kevin ingin berteriak sekuat tenaga ketika sang hantu mulai bergerak menoleh ke Kevin. Kevin melirik lagi ke sebelahnya dan hantu wanita tadi sudah tidak ada, kini Kevin boleh bernafas lega, begitu badan Kevin bisa bergerak seperti semula, “ Kenapa gemetaran begitu,Vin?” tanyaku melihat sepertinya Kevin mengalami sesuatu. “ Aah, Nggak kok hanya tiba-tiba sakit kepala saja.” Seolah-olah tak terjadi apa-apa. “ Bener kamu pusing?” tanyaku kembali. Kevin hanya mengangguk pelan memegangi kepalanya. “ Mau minum obat? Aku ambilin ya?” Zara menawarkan jasa. Dan sekali lagi Kevin mengangguk. Zara pun beranjak dari sofa empuk dan menuju ke kamar untuk mencari obat, sampai di depan pintu dia heran melihat pintu yang tidak tertutup rapat. Dia heran karena yakin betul tadi dia menutup pintu, perlahan tangannya menyentuh pintu dan membukanya perlahan, bukan main kagetnya Zara, dia berteriak sekuat tenaga. Dia melihat pocong berbalut kain yang ada noda tanahnya, seperti bangkit dari kubur saja, pocong itu berdiri di pojok kamar dekat lemari pakaian, Teriakannya membuat teman-teman yang lain berlari kearah Zara, mereka semua mendapati Zara sedang jongkok di sudut luar kamar sambil menutup mukanya, dia sangat shock sekali. Ian meraihnya, Sean lalu memeluknya erat, Zara menangis ketakutan. Sean mencoba untuk menenangkannya. Kevin dan yang lainnya tak sabar ingin mendengarkan cerita apa yang terjadi barusan. “ Sudah ku bilang, kan … kalian jangan sembarangan berbicara.” Nasehat Andreas terucap kembali. Zara masih terisak, dan Sean berusaha memahami keadaan, “ Sean, aku mau pulang saja…” Zara merengek. “ Tahan ya, sekarang kamu tenang kan ada aku yang nemeni kamu, dari pada kita semua ngasih duit ke Andreas lebih baik kita buat senang-senang di Bali,ya?” Sean menghibur Zara. “ Villa ini berhantu dan dari awal pula sudah ku beritahukan kepada kalian semua. Ini baru beberapa jam saja kita disini, genap satu hari juga belum” Kata Andreas. “ Lalu sekarang Verona dimana?” tanya Jefta tiba-tiba. Dan semuanya sadar bahwa sedari tadi mereka berkumpul hanya Verona saja yang tidak berkumpul di tengah-tengah mereka. Spontan Verona menjadi perhatian mereka semua. “ Apa ada yang tahu kemana Verona keluar atau ada yang melihat Verona keluar kemana?” tanya Ian. Dan tak seorang pun tahu ,mereka menggeleng perlahan hampir bersamaan. “ Kalau begitu aku akan cari Verona, mumpung hari belum terlalu gelap. Ini hampir jam enam, kalian disini dan tolong jaga Zara.” Perintah Ian. Lalu mereka membawa Zara ke sofa depan dan merebahkanya supaya relax, Sean masih mencoba untuk menenangkannya. “ Ian, aku ikut ya?” Jefta menawarkan jasanya. “ Boleh, kamu bawa senter?” Jefta mengganggu Ian dan Jefta pun pergi mencari Verona. Sedangkan suasana di luar sana sangatlah berbeda dari dalam rumah karena di luar banyak pepohonan yang lebat dan tinggi menjulang. “ VE…VE…” panggil Jefta bersahut-sahutan dengan Ian. Hari mulai gelap, Jefta melirik jam tangannya dan jarum jam menunjukkan pukul 17.58,tiga menit lagi jam enam sore. “ Bagaimana, Jef? Apa kita kembali ke villa aja? Siapa tahu Verona hanya keluar cari angin saja.” “ Tapi,Ian.. ini kan hanya ada satu jalan setapak saja kita pasti melihat dia kalau benar Verona sudah pulang.” Ya sudah, kita lanjutkan nyari Vero.” Mereka memanggil nama Verona di antara langit yang mulai menggelap dan pohon-pohon yang besar. Mereka berdua sudah capek berteriak, berkali-kali mengarahkan lampu senter ke arah pepohonan yang besar, berharap menemukan Verona di antara semak belukar atau di balik pohon-pohon yang tumbuh meraksasa. Dengan sabar mereka mencari Verona. “ Kita telepon dulu si Andreas, siapa tahu Verona sudah di villa.” Saran Ian. Jefta mengeluarkan handphonenya dan menelpon Andreas. “ Hallo. As…Verona sudah di villa atau belum?” tanya Jefta serius. “ Hah, masih belum pulang?...Lo nggak ngerjain kita ,kan As?” Jefta mulai ketakutan. “ Ya udah deh, kita cari lagi yang penting handphone lo jangan di matikan,ya?.” Jefta menutup pembicaraannya dengan Andreas. Dan menggeleng ke Ian, Ian mengerti apa yang dimaksud oleh Jefta. Sudah tugas mereka untuk bertanggung jawab dan menjaga satu sama lain. Jefta dan Ian semakin jauh meninggalkan villa dan mulai kasuk ke area hutan “ ITU DIA,JEF!!!” pekik Ian, Spontan Jefta mengarah yang ditunjuk oleh Ian. Sosok wanita berjaket kuning dan bercelana jeans sedang duduk di depan sungai di atas batu kali yang besar, cahaya lampu senter mengarah ke wanita itu. “ Itu pasti Verona.” Jefta dan ian buru-buru berlari turun mendekati sosok itu. “Aduuh,Ve…kita sudah cari kemu kemana-mana tapi kamu malah asyik nongkrong disini.” Jefta bersungut-sungut. “ Iya, Ve…lagian ngapain kamu duduk disini?” Ian mulai heran. Tangan Jefta menepuk bahu Verona dan apa yang dilihatnya? Wajahnya polos, tidak ada mata, hidung atau mulutnya. Jefta dan Ian kaget bukan main. Mereka lari tunggang langgang, “ Lari, Jef…cepet!” ian yang berlari di depan Jefta. Jefta menoleh ke belakang ternyata setan muka rata itu mengejar Ian dan Jefta. Jefta dan Ian semakin lari ketakutan. Lari keatas membuat mereka berdua memakan seluruh tenaga. Tak peduli semak belukar atau serangga hutan mereka terus berlari menuju ke villa. Dan mereka berdua sampai di depan pintu villa, nafas mereka ‘senin kamis’ seperti orang yang habis lari marathon. Andreas, Kevin, Sean, dan Zara keheranan melihat keringat yang bercucuran dari Ian dan Jefta. Lantas dimana Verona sebenarnya?
©©©©
To be continued.....